ini nih salah satu kelompok delegasi dari Universitas Jendral Soedirman untuk mengikuti ajang PIMNAS 2011 dikota makassar..ada Anita Rachman, Intan Pratiwi, Swastika, Tia Apriani dan saya Fidia Permaisari dengan bimbingan
Dra. Ardhini Rin Maharning,
M.Sc. Ph.D.
kita mengikuti lomba mengenai lingkungan. berikut naskah yg telah kami buat semoga bermanfaat:
A. JUDUL
Optimalisasi Peran Tanah Dalam
Meningkatkan Eksistensi Lingkungan Hidup Yang Lestari
B.
LATAR BELAKANG MASALAH
Tanah merupakan aspek penting dalam kehidupan organisme dan saling
terkait satu dengan lainnya. Tanah dimanfaatkan tanaman sebagai media untuk
pertumbuhan dan bereproduksi. Demikian halnya dengan manusia yang bergantung
pada tumbuhan untuk mendapatkan bahan makanan sebagai sumber nutrisi. Tanah
harus senantiasa mendapat perhatian dan perlakuan agar dapat berfungsi secara
berkelanjutan. Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem terestrial yang di
dalamnya dihuni oleh banyak organism membentuk biodiversitas tanah.
Biodiversitas tanah sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus meningkatkan
fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di atasnya (Hagvar, 1998
dalam Sugiyarto, 2009).
Tanah di daerah dataran tinggi umumnya
adalah tanah andisol, inceptisol atau entisol. Tanah-tanah tersebut umumnya
berada dalam wilayah pengaruh aktivitas gunung berapi, baik yang masih aktif
maupun tidak. Tanah-tanah di daerah dataran tinggi, khususnya andisol mempunyai
sifat tiksotrofik (tanah licin dan berair), mengindikasikan tesktur tanahnya
mengandung fraksi debu lebih banyak dibandingkan dengan tanah mineral lainnya
dan tergolong tinggi. Tanah dengan kandungan debu tinggi mempunyai kepekaan
terhadap erosi lebih tinggi atau rentan terhadap erosi (Morgan, 1979 dalam
Kurnia et al., 2008). Tanah-tanah
tersebut umumnya mempunyai sifat-sifat fisik tanah yang baik, yaitu struktur
tanah remah atau gembur, dengan drainase baik dan porositas tinggi. Tanah
andisol terbentuk dari bahan volkan dengan bahan organik tinggi dan kandungan
fosfor tinggi serta kapasitas tukar kation (KTK) tinggi (Kurnia et al., 2008). Budidaya pertanian di dataran tinggi
dihadapkan pada faktor pembatas biofisik seperti lereng yang relatif curam,
kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi dan curah hujan yang relatif tinggi.
Kesalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan di daerah dataran
tinggi dapat menimbulkan kerusakan atau cekaman biofisik berupa degradasi
kesuburan tanah dan ketersediaan air (Fagus, 2007).
Praktek-praktek dalam pengelolaan lahan
pertanian di wilayah tersebut masih dilakukan dengan menambahkan asupan dari
luar berupa unsur hara tambahan seperti pupuk sintetis maupun pupuk organik.
Pupuk yang diberikan pada umumnya mengandung unsur hara makro dan langsung
berpengaruh terhadap kuantitas panen. Penggunaan pupuk sintetis pada awalnya
menguntungkan dengan terpenuhinya kebutuhan hara secara singkat sehingga terjadi
peningkatan produksi secara signifikan. Namun, penggunaan pupuk sintetis yang
berlangsung terus menerus dalam jangka panjang, dapat menyebabkan ketimpangan
hara dalam tanah sehingga berpengaruh terhadap diversitas dan populasi
organisme tanah yang memiliki peran penting dalam siklus nutrisi (Indrakusuma,
2000) dan merubah sifat fisik tanah (Millya, 2007).
Sebagian besar lahan sawah intensifikasi
di Jawa, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Pulau
Lombok tidak merespon pemupukan P dan K (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
2009). Tidak responnya pemupukan tersebut disebabkan pola pemupukan yang statis
dan tidak berimbang dan juga bahan tambahan pupuk seperti unsur N, P, dan K yang terakumulasi pada
lapisan jerap (Hidayat, 2011). Pupuk
sintetis yang digunakan untuk pertanian menyebabkan terjadinya resistensi hama,
penumpukan residu yang dapat membahayakan petani/pengguna dan konsumen, polusi
lingkungan dan perubahan status hama (Samsudin, 2008 dalam Mulyani, 2010).
Sebagian besar pestisida mengandung
logam berat (Ni, Pb, Cd dan Zn) dan dapat terakumulasi di dalam tanah sehingga
mampu menyebabkan kelumpuhan pada lingkungan hidup di sekitarnya. Beberapa cara
yang selama ini digunakan dalam pemulihan kualitas tanah adalah bioremediasi, dig and dump (pembalikan struktur
tanah), pembersihan tanah, fitoremediasi, pemberian pupuk organik, dan
pemberian kapur.
Perbaikan kualitas tanah agar ekosistem
tanah tetap lestari dapat dilakukan dengan fitoremediasi yaitu teknik pemulihan lahan tercemar dengan
menggunakan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan
mengimobilisasi bahan pencemar, baik logam berat maupun senyawa organik. Metode
fitoremediasi ini mudah diaplikasikan, efisien, murah dan ramah lingkungan (McCutcheon dan Schnoor, 2003). Teknik fitoremediasi juga merupakan metode biokonsentrasi bahan berbahaya
(polutan) dalam tanah dan air serta merupakan teknologi pemulihan kualitas
lingkungan tercemar yang ramah lingkungan dan murah (Beegle, 1989).
Tanaman
yang dapat digunakan sebagai agen fitoremediasi (hiperakumulator) diantaranya
adalah Amorpha fruticosa, Azolla pinnata, Bacopa monnieri, Hydrilla verticilata, Polygonum hydropiper L., Rumex acetosa L. (Wang et al.,
2003), Lolium perenne (O’Connor et al., 2003) dan tumbuhan dari famili Solanaceae seperti Leunca (Solanum nigrum) yang dapat menyerap kadmium (Cd) (Sun et al., 2008). Keberhasilan fitoremediasi dengan
menggunakan tanaman hiperakumulator sangat cocok digunakan dalam menurunkan
kadar pencemar sampai memenuhi kriteria yang disyaratkan. Tumbuhan lain yang dapat digunakan dalam fitoremidiasi adalah
tumbuhan dari family euphorbiaceae yaitu jarak pagar (Jatropha curcas Linn.). Tumbuhan ini juga dapat menyerap logam
berat Pb dan Cd sehingga dapat berfungsi untuk mengoptimalkan tanah agar
eksistensi lingkungan hidup menjadi semakin lestari (Surahmaida, 2008).
C.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang perlu dikaji adalah
1.
Bagaimanakah cara
mengoptimalkan peran tanah dalam meningkatkan eksistensi lingkungan hidup yang
lestari?
2.
Bagaimanakah mekanisme kerja
Jatropha curcas sebagai media
fitoremediasi?
D. TUJUAN
Tujuan dari karya tulis ini adalah
1.
Menguraikan mekanisme dalam
mengoptimalkan peran tanah dalam meningkatkan eksistensi lingkungan hidup yang
lestari
2.
Menjelaskan mekanisme Jatropha curcas sebagai media
fitoremediasi
E.
LUARAN YANG DIHARAPKAN
Luaran yang
diharapkan dari penulisan karya tulis ini adalah mengetahui mekanisme
memperbaiki ekosistem tanah tercemar dalam praktek pertanian sehingga mampu
mengembalikan kondisi ideal tanah untuk meningkatkan produksi pertanian.
F.
KEGUNAAN
Kegunaan dari karya tulis ini adalah memberikan sumbangan pemikiran ilmiah dan solusi dalam menjaga
peran tanah agar lingkungan tanah tetap optimal dan lestari.
G. TINJAUAN PUSTAKA
Tanah
Tanah
merupakan komponen yang penting bagi kehidupan organisme. Tanah berperan
sebagai media tumbuh tanaman, penyerapan air, dan habitat organisme tanah.
Tanah adalah sumber kehidupan yang bersifat dinamis dan merupakan fungsi vital
dari ekosistem darat yang menggambarkan keseimbangan yang unik antara faktor
fisik, kimia dan biologi. Tanah mengandung berbagai komponen utama yaitu air,
udara, bahan-bahan mineral, bahan organik, dan jasad-jasad hidup (Abawi dan
Widner, 2000).
Tanah di
dataran tinggi tergolong tanah yang ringan (BV < 0,7 g/cm3), memiliki
struktur yang sesuai untuk tanaman buah dan sayuran serta kandungan bahan
organik C/N yang tinggi (Widya, 2010). Karakteristik tanah yang paling umum
diukur adalah sifat fisik dan kimia. Karakteristik fisik tanah meliputi
kemiringan lereng, kedalaman tanah, drainase, keadaan batuan atau krikil,
porositas tinggi, tekstur dan berat jenis dan permeabilitas (Djaenudin et al, 2003 dalam Rusna, 2008). Karekteristik kimia meliputi pH tanah, kapasitas
tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan unsur-unsur hara essensial
(Pratiwi dan Garsetiasih, 2007).
Tanah di dataran tinggi mempunyai posisi
yang strategis dengan topofisiografi yang sangat beragam sehingga berpotensi
untuk pengembangan budidaya pertanian. Tanah pertanian di dataran tinggi rentan
terhadap erosi dan longsor karena tingkat kemiringan dan curah hujan yang
tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Pengelolaan tanah yang tepat
akan mempertahankan kelestarian sumber daya alam tanah secara simultan (Menteri
Pertanian, 2007).
Tanah yang
sehat dicirikan dengan memiliki kandungan air dan nutrisi yang optimal untuk
pertumbuhan tanaman, tidak adanya organisme pengganggu baik parasit maupun
tumbuhan pengganggu seperti gulma. Tanah yang sehat dipengaruhi oleh beberapa
aspek tanah termasuk aspek biologi, kimia dan fisik serta pengelolaan tumbuhan.
Karakteristik tanah sehat, yaitu nutrisi untuk pertumbuhan tanaman cukup
tersedia, tanah tidak terlalu padat dan memiliki keremahan yang cukup baik,
mempunyai drainase yang baik, populasi organisme parasit dan tumbuhan
pengganggu (gulma) di dalam tanah rendah, populasi organisme dan mikroorganisme
yang menguntungkan seperti seperti cacing tanah, bakteri, fungi dan nematoda
tinggi, serta tidak ada pengaruh pestisida atau bahan-bahan kimia sintetik
(Magdoff, 2001).
Tanah
pertanian dengan pengolahan intensif mengalami pengurangan atau kehilangan hara
tersedia di dalam tanah. Hasil panen berupa batang, daun, umbi, biji, akar yang
diangkut keluar dari lahan membawa serta unsur hara yang terkandung di
dalamnya. Oleh karena itu, tanpa pengembalian unsur hara yang memadai berupa
masukan pupuk atau perbaikan tanah, produktivitas tanah akan cepat merosot
sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman untuk periode berikutnya lebih
buruk. Pelapukan mineral tanah biasanya cukup memasok hara untuk mengimbangi
kehilangan karena pelindian, tetapi tidak terhadap pengangkutan panen (Yuwono et al., 2010). Berbagai praktek budidaya
pertanian yang dilakukan selama ini memberikan pengaruh yang buruk terhadap
kesuburan dan kelestarisn ekosistem tanah. Penggunaan pestisida, herbisida dan
pupuk sintetis dapat menyebabkan kerusakan tanah, memperlambat pertumbuhan
tanaman dan mempengaruhi biota-biota tanah (Lisnawita, 2003).
Cemaran-Cemaran Tanah Akibat Praktek Pertanian
Pestisida
Pestisida merupakan bahan agrokimia yang
sering digunakan untuk meningkatkan produksi pertanian. Jenis pestisida yang
umum digunakan petani di Indonesia antara lain adalah decis, antracol dan
curacol. Umumnya bahan agrokimia dibuat untuk mematikan kelompok organisme atau
proses tertentu saja, tetapi bahan ini juga dapat menimbulkan efek racun yang
merugikan. Pemberian pestisida terhadap pertumbuhan tanaman dapat mengurangi
jumlah mikroba tanah (Agustiyani dan Sarjiya, 2005).
Faktor utama pencemaran tanah pertanian
disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Pencemaran oleh
pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan
kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada
produk-produk pertanian dan pada perairan (Sofia, 2001). Tidak semua pestisida
dapat secara efektif membunuh sasaran, dan kurang lebih hanya 20 persen
pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah (Sa’id,
1994). Pestisida
yang disemprotkan pada tanaman dapat diserap tanah serta dapat bercampur dengan
air yang mengalir melalui tanah terbawa hujan atau banjir. Jumlah pestisida
yang terlepas dari tanah tergantung pada sifat-sifat kimia dan sifat-sifat
fisika serta morfologi tanah. Air yang mengandung pestisida tersebut kemudian
mencapai air tanah (Butler, 1969 dalam
Bandini et al. 2002).
Pupuk sintetis atau pupuk anorganik
Pupuk anorganik atau pupuk sintetis
merupakan pupuk buatan yang diproduksi oleh pabrik-pabrik yang mengandung unsur
hara tertentu dengan kadar yang tinggi. Umumnya pupuk anorganik dapat
menyediakan unsur hara yang cukup dan lebih mudah menentukan jumlah pupuk yang
diperlukan dengan kebutuhan tanaman. Namun, jumlah pemakaian yang berlebihan
akan merusak lingkungan. Pupuk ini pada umumnya mengandung unsur mikro yang
rendah dan hanya unsur tertentu saja yang mempunyai konsentrasi tinggi (Hakim et al., 1986).
Efek penggunaan pupuk anorganik dalam
jumlah berlebihan terhadap lingkungan adalah terjadinya kerentanan tanah
terhadap erosi, penurunan permeabilitas tanah, serta penurunan populasi mikroba
tanah (Simanungkalit, 2008). Umumnya pupuk yang diberikan petani berupa unsur
hara makro, karena langsung berpengaruh terhadap kuantitas panen. Pemakaian yang
berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan ketidakseimbangan hara dalam tanah (Yuwono et al., 2010).
Penggunaan tanah yang terus menerus disertai dengan
aplikasi pupuk yang tidak tepat akan merusak struktur dan komposisi tanah.
Akibatnya, tanah yang semula subur akan menurun kualitasnya, dengan implikasi
penggunaan pupuk dengan dosis semula tidak lagi efektif untuk meningkatkan
produksi. Selain penggunaan lahan yang terus menerus, adanya perubahan iklim,
pencemaran, penggunaan bahan kimia yang berlebihan juga mampu merubah variabel
yang mempengaruhi kesuburan tanah seperti pH tanah, kandungan unsur hara makro
maupun mikro, KTK (Kapasitas Tukar Kation), dan kelembaban (Pratiwi dan
Garsetiasih, 2007).
Fitoremediasi
Fitoremediasi merupakan penggunaan
tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari lingkungan atau menurunkan dampak
yang ditimbulkan (Pulford dan Watson, 2003). Teknik fitoremediasi dapat diterapkan pada penanggulangan limbah
berbahaya seperti logam berat, senyawa organik, pestisida karena teknik ini
merupakan salah satu teknologi yang potensial untuk diaplikasikan, aman untuk
digunakan dan dampak negatifnya relatif kecil (Ardiyanti, 2009).
Fitoremidiasi
dibagi menjadi 5 kelompok yaitu fitoekstraksi, fitodegradasi, rizofiltrasi,
fitostabilisasi, dan fito volatilisasi. Fitoekstraksi merupakan penggunaan
tumbuhan untuk menghilangkan logam dari tanah dan dikumpulkan pada bagian
tertentu dari tumbuhan itu (Kumar et al., 1995). Fitodegradasi adalah
penggunaan tumbuhan yang berasosiasi dengan mikroba untuk mendegradasi polutan
organik. Rizofiltrasi merupakan penggunaan akar tumbuhan untuk mengabsorbsi
logam dari limbah (Dushenkov et al., 1995). Fitostabilisasi merupakan
penggunaan tanaman untuk menurunkan mobilitas dan bioavailabilitas polutan di
lingkungan dengan imobilisasi atau pencegahan migrasi polutan (Vangronsveld et
al., 1995). Fitovolatilisasi merupakan penguapan polutan ke atmosfer
menggunakan tanaman (Banuelos et al., 1997).
Tumbuhan yang digunakan merupakan
tumbuhan yang bersifat hipertoleran atau hiperakumulator yang memiliki potensi
mengakumulasi polutan dengan kadar yang tinggi (Rahmansyah et al., 2009). Proses penyerapan zat-zat yang terdapat dalam area
yang tercemar dilakukan oleh ujung–ujung akar dengan jaringan meristem karena
adanya gaya tarik menarik oleh molekul-molekul air yang ada pada tumbuhan.
Zat-zat yang telah diserap oleh akar akan masuk ke batang melalui pembuluh
pengangkut (xilem), yang kemudian akan diteruskan ke akar (Hardyanti dan
Rahayu, 2007).
Menurut Subroto (1996), fitoremediasi sebagai
salah satu solusi untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran
lingkungan baik secara ex-situ maupun in-situ. Fitoremediasi
secara ex-situ dapat dilakukan dengan menggunakan kolam buatan atau reaktor,
sedangkan penerapan secara in-situ
merupakan perlakuan langsung di lapangan yaitu pada tanah atau daerah yang
terkontaminasi limbah maupun logam berat. Fitoremediasi juga dapat
digunkan sebagai metode biokonsentrasi
polutan dalam tanah dan air serta sebagai teknologi pemulihan kualitas
lingkungan tercemar yang ramah lingkungan dan murah (Chussetijowati et al., 2010). Teknik fitoremediasi
sering dikembangkan untuk media pemulihan kualitas lingkungan yang tercemar
logam berat seperti Pb, Zn, Au serta pada lingkungan yang tercemar bahan
radioaktif seperti Cs (Thayalakumaran, 2003).
Beberapa metode remediasi logam berat yang ada
saat ini antara lain adalah metode isolasi, imobilisasi, penurunan
toksisitas/mobilitas, pemisahan fisika dan metode ekstraksi. Teknik
fitoremediasi adalah satu metode penurunan toksisitas/mobilitas logam berat
yang aplikatif, mudah digunakan, relatif murah dan ramah lingkungan (Sodiq et al.., 2004). Keuntungan fitoremediasi
adalah kemampuannya untuk menghasilkan buangan sekunder yang lebih rendah sifat
toksiknya, lebih bersahabat dengan lingkungan serta lebih ekonomis (Miller,
1996). Namun, keterbatasan sistem fitoremediasi yang utama berhubungan dengan
batasan konsentrasi kontaminan yang dapat ditolerir oleh tanaman, masalah kebocoran
kontaminan yang sangat larut dalam air dan lamanya waktu yang diperlukan pada
fitoremediasi tanah yang tercemar (Sodiq et
al., 2004).
Jarak Pagar (Jatropha curcas
Linn.)
Jarak pagar
merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Amerika, tetapi sekarang telah
menyebar secara luas di berbagai negara tropis dan subtropics seperti Afrika
dan Asia. Distribusi jarak pagar tergolong cepat karena mudah untuk ditanam,
tahan terhadap kemarau, benih mudah didapat, pertumbuhannya cepat, dan memiliki
tingkat toleransi yang tinggi terhadap iklim (Francis et al., 2005).
Jarak pagar (J. curcas Linn.) termasuk
ke dalam family Euphorbiaceae. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan perennial yang
dapat tumbuh hingga 5 m, memiliki batang lurus, ranting padat dengan kayu
lunak, dan dapat hidup hingga 50 tahun (Achten et al., 2008). Tumbuhan ini berbunga pada musim hujan, tetapi
kadang-kadang pada saat musim semi dan musim panas, dan di daerah lembah,
pembungaan terjadi di pertengahan tahun (Heller, 1996). Jarak pagar memiliki
ciri morfologi daun tunggal, lebar, menjari dengan sisi berlekuk-lekuk sebanyak
3-5 buah, bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk
malai, berumah satu dan uniseksual, kadang-kadang ditemukan bunga hermaprodit.
Jumlah bunga betina 4-5 kali lebih banyak daripada bunga jantan. Buah berbentuk
buah kendaga, oval atau bulat telur, berupa buah kotak berdiameter 2-4 cm
dengan permukaan tidak berbulu dan berwarna hijau ketika masih muda dan setelah
tua kuning kecoklatan (Tewari, 2007).
Jarak Pagar
dapat tumbuh subur di berbagai tempat di Indonesia. Umumnya terdapat di
pagar-pagar rumah dan kebun atau sepanjang tepi jalan, tetapi jarang berupa
hamparan. Cabang-cabang pohon ini bergetah, dapat diperbanyak dengan biji,
setek atau kultur jaringan dan mulai berbuah delapan bulan setelah ditanam
dengan produktivitas 0,5 – 1,0 ton biji kering/ha/tahun (Astuti, 2009).
H.
METODE PENULISAN
A.
Objek Penulisan
Objek penulisan karya tulis mahasiswa ini
adalah optimalisasi peran tanah dalam meningkatkan eksistensi lingkungan hidup
yang lestari.
B. Dasar Penulisan Objek
Penulisan
karya tulis mahasiswa ini didasarkan pada:
1.
Tanah dataran tinggi merupakan tanah yang subur karena tingginya kandungan
mineral yang dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di sekitarnya.
2.
Penggunaan teknik-teknik pertanian seperti penggunaan pupuk dan pestisida
menyebabkan tanah tercemar logam berat.
3.
Jarak Pagar (Jatropha curcas
Linn.) dapat menyerap logam berat Cd dan Pb tetapi belum pernah digunakan untuk
lahan perkebunan di dataran tinggi
C. Waktu, Tempat, dan Cara Kerja
Penulisan karya tulis mahasiswa ini dilakukan
sejak tanggal 1 Juni 2011 sampai dengan tanggal 28 Juni 2011 bertempat di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Studi
pustaka dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah (PII) Fakultas Biologi Universitas
Jenderal Soedirman. Cara kerja penulisan adalah:
Tahap 1 : persiapan penulisan, yang meliputi
penggalian ide dan penyiapan sarana dan prasarana penulisan.
Tahap 2 : pelaksanaan penulisan, yang meliputi
pencarian data pendukung karya tulis mahasiswa serta diskusi dengan dosen
pembimbing. Analisis data dan penulisan karya tulis mahasiswa sesuai dengan Pedoman PIMNAS 2011.
Tahap 3 : tahap akhir penulisan, yang meliputi
perbaikan dan pengkajian terhadap materi tulisan dan presentasi karya tulis.
D.
Jenis Data
Data yang digunakan adalah data sekunder,
yang bersumber dari jurnal ilmiah, buku teks dan referensi pendukung lainnya.
E.
Metode Pengumpulan Data
Data
karya tulis mahasiswa dikumpulkan melalui penelusuran dari jurnal ilmiah, buku
teks dan informasi pendukung lain yang berkaitan. Diskusi dilakukan dengan
pembimbing untuk mengkaji permasalahan secara lebih mendalam.
F.
Metode Penulisan
Metode
penulisan yang digunakan dalam karya tulis mahasiswa ini adalah metode
deskriptif analitis yaitu:
1. Mengidentifikasi permasalahan berdasarkan
data dan fakta yang ada
2. Menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka
dan data pendukung lain
3. Mencari alternatif pemecahan masalah, yaitu
memberikan informasi ilmiah tentang optimalisasi peran tanah dalam meningkatkan
eksistensi lingkungan hidup yang lestari dan turut serta dalam budidaya jarak
pagar (J. curcas Linn.) yang dapat memberikan kontribusi sampingan sebagai
sumber biofuel dalam jangka panjang.
I.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengoptimalan Peran Tanah Dalam Meningkatkan Eksistensi Lingkungan
Hidup Yang Lestari
Peranan
tanah dapat dioptimalkan agar tetap lestari sebagai habitat berbagai macam
organisme dengan beberapa cara yaitu: bioremediasi, dig and dump (pembalikan struktur tanah), pembersihan tanah, fitoremediasi,
pemberian pupuk organik, pemberian kapur, dan lain sebagainya. Bioremediasi
merupakan metode pengendalian pencemaran dengan memanfaatkan mikroorganisme.
Mikroorganisme yang biasa digunakan adalah bakteri, jamur, yeast dan alga.
Pengendalian pencemaran yang ada dengan memanfaatkan proses degradasi senyawa
kimia oleh mikroba. Senyawa kimia tersebut digunakan oleh mikroba untuk
pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Proses tersebut
sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan
(Munir, 2006).
Metode
tradisional dalam peningkatan peran tanah yaitu dig and dump yang merupakan pengolahan tanah dengan cara pembalikan
tanah untuk memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan porositas dan kelembaban
tanah (Hill dan Alan, 2009). Pengolahan
tanah dengan dig and dump membuat
sisa tanaman dan gulma yang berada dipermukaan tanah tertimbun didalam tanah
dan terurai oleh mikroorganisme yang ada sehingga dapat mempertahankan nutrisi
tanah. Mikroorganisme indigenous juga mengalami siklus perubahan kondisi tanah
dalam satu kali periode dig and dump
(Korim, 1994). Metode tradisional
lainnya yaitu dengan pemberian pupuk organik dan pembersihan tanah. Pembersihan tanah merupakan suatu proses yang melibatkan teknik fisik
atau kimia untuk memisahkan kontaminan yang terdapat di dalam tanah dengan
mengurangi volume tanah yang terkontaminasi sehingga area tersebut dapat
digunakan kembali.
Keuntungan utama dari aplikasi teknik
fitoremediasi dibandingkan dengan sistem remediasi lainnya adalah kemampuannya
untuk menghasilkan buangan sekunder yang lebih rendah sifat toksiknya, lebih
bersahabat dengan lingkungan serta lebih ekonomis Miller (1996). Keuntungan
fitoremediasi selain mudah juga merupakan alternatif yang murah dibandingkan
dengan cara remediasi fisiko-kimia maupun bioremediasi yang menggunakan
mikroorganisme (bakteri, kapang dan jamur) (Subroto, 1996).
Mekanisme Jatropha curcas Sebagai
Media Fitoremediasi
Jarak pagar atau Jatropha curcas
merupakan tanaman perdu bercabang dengan bentuk pohon kecil atau belukar besar
dan memiliki saluran-saluran getah. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) mudah tumbuh pada berbagai jenis tanah dan tahan
kekeringan dan mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya. Jatropha curcas memiliki kemampuan dalam
menyerap logam berat nikel (Ni), Pb, Cd dan Zn. Penyerapan logam berat oleh J. curcas salah satunya karena tanaman
tersebut memiliki akar tunggang yang panjang dan tahan kering (Hardiani, 2008).
Tanaman dapat menyerap ion beracun (seperti logam) secara bersamaan karena
adanya kesamaan kimia anara ion-ion tersebut dengan kebutuhan ion yang akan
digunakan untuk metabolisme. Beberapa tanaman menggunakan mekanisme eksklusi
dimana ada pengurangan penyerapan oleh akar atau membawa logam secara terbatas
dari akar hingga ke pucuk daun (Baker, 1981).
Metode Fitoekstraksi
oleh J. curcas
J. curcas dalam peranannya
sebagai fitoremediasi adalah melalui proses fitoekstraksi. Logam-logam yang
mencemari tanah akan ditranslokasi dari akar hingga ke pucuk. Setelah
ditranslokasikan ke daun, logam tersebut diabsorpsi kembali dari getah ke dalam
sel-sel yang terdapat di dalam daun (Jamil et
al., 2009).
Logam-logam yang telah masuk ke dalam daun
kemudian melewati jaringan pengangkut (xilem
dan floem) ke bagian tanaman
lainnya. Selanjutnya, adanya lokalisasi logam pada sel dan jaringan yang
bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman.
Tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel dengan menimbun logam di dalam organ
tertentu seperti akar (Priyanto dan Prayitno, 2007).
Logam yang diserap dari media oleh
sel-sel akar akan mengikuti aliran transpirasi
yang diatur oleh penyerapan air dari daun sehingga sebagian besar air dan logam
tersebut akan mencapai daun sedangkan akumulasi logam yang diserap oleh tanaman
akan membentuk mekanisme sel akan ikut terserap bersamaan dengan air yang
dibutuhkan sebagai nutrisi (Lasat, 2003). Sistem fisiologi tanaman tidak dapat membedakan
antara logam berat yang memiliki toksisitas tinggi, akibatnya logam berat dapat
berkompetisi dengan logam yang berfungsi sebagai nutrisi pada saat proses
pengambilan unsur hara dari media oleh akar (Salisbury dan Ross, 1995 dalam Hardiani, 2008).
Perubahan Biokimia pada J. curcas
J. curcas yang telah menyerap polutan logam
akan mengalami perubahan biokimia dalam proses metabolismenya. Logam yang masuk akan
menginduksi tanaman untuk memproduksi lipid peroksida. Logam tersebut
sebenarnya menginduksi produksi radikal bebas utama yaitu oksigen reaktif yang
dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada sel-sel membran. Namun, J. curcas
dapat menanggulangi kerusakan tersebut dengan mencairkan elemen-elemen
toksik tersebut dan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik serta mempertinggi
biomassa (Jamil et al., 2009).
Penggunaan J.
curcas Sebagai Media Fitoremediasi
Penggunaan J. curcas
sebagai media fitoremediasi adalah dengan cara penanaman di sekitar lahan pertanian
yang telah tercemar. Penanaman dilakukan dengan cara menanam bibit yang berumur kurang lebih 4 bulan. Bibit dengan umur 4
bulan memiliki akar, batang dan daun yang sudah cukup kuat sehingga akar
tanaman pun mampu menyerap cemaran dalam tanah. Penanaman Jatropha curcas dilakukan dipinggir lahan pertanian dengan jarak
antar tanaman 1,5 meter .
Keunggulan dari
penggunaan J. curcas sebagai media fitoremediasi diantaranya biaya
pengolahan secara fitoekstraksi lebih
rendah dibandingkan pengolahan lainnya, tanaman J. curcas mudah tumbuh dan mudah
beradaptasi sehingga dapat dengan mudah dikembangkan, penurunan tingkat cemaran
bahan toksik lebih aman bagi lingkungan pertanian.
J. SIMPULAN DAN SARAN
A.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Fitoremediasi
merupakan metode yang dapat diterapkan dalam mengoptimalkan peran tanah untuk
meningkatkan eksistensi lingkungan hidup yang lestari.
2. Jatropha curcas merupakan tumbuhan yang berperan besar sebagai media fitoremediasi
dengan cara fitoekstraksi.
B.
SARAN
Fitoremediasi dengan J. Curcas merupakan metode yang memiliki
potensi besar dalam mengembalikan peran tanah sebagai lahan pertanian yang
subur, namun penelitian lapangan masih diperlukan untuk mengkaji seberapa lama
lahan akan kembali produktif, dan seberapa jauh efektifitasnya terhadap
pendapatan petani.
K.
DAFTAR
PUSTAKA
Abawi, G. S. Dan T. L. Widrner. 2000. Impact Soil Health
Management Practices on Soilborne Pathogens, Nematodes and Root Diseases of
Vegetable Crops. Applied Soil Ecology 15:
37-47.
Achten, W. M. J., L.
Verchot, Y. J. Franken, E. Mathijs, V. P. Singh, dan R. Aerts. 2008. Jatropha
bio-diesel production and use. Biomass
Bioenergy. 32 (12) : 1063-1084.
Agustiyani,
D. dan A. Sarjiya. 2005. Denitrifikasi di Tanah: Efek Pestisida Terhadap
Populasi dan Aktivitas Denitrifikasi. Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian
Biologi, LIPI, Bogor.
Baker, A. J. M. 1981. Accumulation and excluders-strategies in the response
of plants to heavy metals. J. Plant Nutr.
3 : 643–654.
Banuelos, G. S., H. A. Ajwa, L. L. Mackey, C. Wu, S. Cook, dan S.
Akohoue. 1997. Evaluation of different plant species used for phytoremediation
of high soil selenium. J Environ Qual.
26 : 639– 646.
Beegle, 1989. Phitoremediation of
soil metals. Current Opinions in Biotechnology vol (8) :279-284
Chussetijowati, J., P.I. Tjahaya, P. Sukmabuana. 2010. Fitoremediasi Radionuklida 134Cs
Dalam Tanah Menggunakan Tanaman Bayam (Amaranthus
sp.). Prosiding Seminar Nasional ke-16 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta
Fasilitas Nuklir : 282-289.
Djaenudin, D., H. Marwan, H. Subagjo dan A. Hidayat. 2003.
Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian, Bogor.
Dushenkov, V., P. B. A. N. Kumar, H. Motto, dan I. Raskin. 1995.
Rhizofiltration: the use of plants to remove heavy metals from aqueous streams.
Environ Sci Technol. 29 : 1239–45.
Francis, G., R. Edinger, dan K. A. Becker. 2005. Concept for
simultaneous wasteland reclamation, fuel production, and socioeconomic
development in degraded areas in india: need, potential and perspectives of
jatropha plantations. Nat Resour forum.
29 : 12-24.
Hagvar, S. 1998. “The Relevance of the Rio Convention on
Biodiversity to Conserving the Biodiversity of Soil”. Appl. Soil ecol 9:
40 – 45.
Hakim,
N., Y.
Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Universitas
Llampung, Lampung.
Hardiani, H. 2008.
Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Dari Proses Deinking Industri Kertas Secara Fitoremediasi. Jurnal Riset
Industri Vol 2 (2) : 64-75.
Hardyanti,
N dan S.S.
Rahayu. 2007.
Fitoremediasi Phosphat Dengan Pemanfaatan Enceng Gondok (Echhornia crassipes).
Jurnal Presipitasi Vol 2 (1).
Heller, J. 1996. Physic nut Jatropha curc as L. Promoting the
conservation and use of underutilized and neglected crops. Institute of Plant
Genetic and Crop Plant Research. http://www.ipgri.cgiar.org/Publications/pdf/161.pdf.
Diakses tanggal 24 Juni 2011.
Hill, David dan Alan Seech. 2009. Bioremediation Replaces “Dig and
Dump” For Treatment of Pesticides in Soil. Environmental Science and Enginering
Magazine.
Ikka.
2010. Peran Tanah Dalam
Pengembangan Wilayah Permukiman Agar Tercipta Lingkungan Sehat. http://ikkaitsme.blogspot.com/.
Diakses tanggal 8 Juni 2011.
Indrakusuma. 2000. Proposal Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari.
PT Surya Pratama Alam, Yogyakarta
Jamil, S., P. C. Abhilash, N. Singh, dan P. N. Sharma. 2009. Jatropha curcas : A Potential Crop For
Phytoremediation of Coal Fly Ash. Journal
of Hazardous Materials, 172 : 269-275.
Khan, A. G. 2005. Role of soil microbes in the rhizospheres of
plants growing on trace metal contaminated soils in phytoremediation. Journal of Trace Elements in Medicine and
Biology 18 : 355-364.
Korim, A. 1994. Studi Pengeluaran Tenaga Mekanis Manusia Untuk
Pengolahan Tanah Sawah Sampai dengan Panen. Institut Pertanian Bogor.
Kumar, P. B. A. N., V. Dushenkov, H. Motto, dan I. Rasakin. 1995. Phytoextraction:
the use of plants to remove heavy metals from soils. Environ Sci Technol. 29 :
1232– 1238.
Lasat, M.M. 2003. The Use of Plants for the Removal of Toxic Metals from Contaminated
Soil. American Association for the Advancement of Science Environmental
Science and Engineering Fellow.
Lisnawita. 2003. Pengaruh Pengelolaan Tanah Sehat Terhadap
Nematoda Parasit Tumbuhan. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
USU, Sumatera.
Magdoff, F. 2001. Concept, Components and Strategies of Soil
Health in Agroecosystems. Journal of Nematology 33 (4) : 169-172.
McCutcheon, S.C., dan Schnoor, J.L. (Eds.). 2003.
Phytoremediation: Transformation and Control of Contaminants. Hoboken, New
Jersley: Wiley-Interscience, Inc.
Menteri Pertanian. 2007. Pedoman
umum budi daya pertanian pada lahan pegunungan ditetapkan oleh Menteri
Pertanian melalui peraturan No. 47/Permentan/OT.140/10/2006. Balai penelitian
tanah. Warta penelitian dan pengembangan pertanian, 29(1): 7-8.
Miller, R. K. 1996. Ground-Water Remediation Technology Analysis
Center. Technology Overview Report. TO-96-03.
Millya, A. P. 2007. Pengaruh Waktu Pembenaman Orok-Orok (Crotalaria juncea L.) dan Dosis Pupuk
Urea pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.). Universitas Brawijaya, Malang.
Morgan, R. P. C. 1979. Soil Erosion. Topic in Applied Geography.
Longman-London, New York.
Mulyani, L. 2010. Implementasi Sistem Pertanaman Kubis: Kajian
Terhadap Keragaman Hama dan Musuh Alami. Skripsi. UNS, Sukarta.
Munir, Erman. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi: Suatu
Teknologi Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Universitas Sumatra Utara.
Medan.
O’Connor, M. P. et al. 2006. Linking
physiological effects on activity and resource use to population level
phenomena. Integrative Comp. Biol. 46: 1093_1109.
Pratiwi dan R. Garsetiasih. 2007. Sifat Fisik dan Kimia Tanah
serta Komposisi Vegetasi di Taman Wisata Alam Tangkuban Perahu, Provinsi Jawa
Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, IV(5): 457-466.
Priyanto, B., dan J. Priyatno. 2007. Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi
Pemulihan Pencemaran, Khusus Logam Berat. Journal of Biotechnology, 6 (3) : 285-300.
Pulford, I.D.dan Watson C. 2003. Phytoremediation of Heavy
Metal-Contamined Land By Trees- a Review. Environment International 29 :
529-540.
Rahmaningrum, D. G. 2009. Fitoremediasi
Tanah Tercemar Merkuri (Hg2+) Menggunakan Tumbuhan Jarak Pagar (Jatropha
curcas L.) Dengan Penambahan Bahan Campuran Kompos Dan Lindi Pada Media
Tanam. ITS, Surabaya.
Rahmansyah,
M., N.
Hidayati, T. Juhaeti. 2009. Tumbuhan Akumulator Untuk Fitoremediasi
Lingkungan Tercemar Merkuri Dan Sianida Penambangan Emas. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Bogor.
Rusna, I. W. 2008. Karakteristik Zone Agroekosistem dan Kesesuaian
Lahan di Lereng Selatan Gunung Batukaru Kabupaten Tabanan. Universitas Udayana,
Bali.
Sa’id, E. G. 1994. Pestisida. Kanisius, Yogyakarta.
Sodiq,
P., Sumarno, M. A. Subroto. 2004. Fitoremediasi Zn (seng) Menggunakan Tanaman
Normal dan Transgenik Solanum nigrum
L. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Fakultas Teknik UNDIP,
Semarang.
Sofia, D. 2001. Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian.
Fakultas Pertanian, USU. Sumatera.
Subroto, M. A. 1996. Fitoremediasi. Dalam: Prosiding Pelatihan dan
Lokakarya Peranan Bioremediasi Dalam Pengelolaan Lingkungan, Cibinong.
Sugiyarto. 2009. Konservasi Makrofauna Tanah Dalam Sistem Agroforestri.
UNS, Sukarta.
Sun, Y., Q. Zhou, dan C. Diao. 2008. Effects of cadmium and arsenic
on growth and metal accumulation of Cd-hyperaccumulator Solanum nigrum L. Bioresource
Technology, 99 : 1103-1110.
Surahmaida.
2008. Fitoremediasi Tanah
Tercemar Logam Berat Pb Dan Cd Dengan Menggunakan Tumbuhan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). ITS, Surabaya.
Tewari, D. N. 2007. Jatropha and biodiesel. Ocean books Ltd, New
Delhi.
Thayalakumaran, T., B. H. Robinson, I. Vogeler, D. R. Scotter, B.
E. Clothier, dan H. J. Percival. 2003. Plant
uptake and leaching of copper during EDTA-enhanced phytoremediation of repacked
and undisturbed soil. Plant and Soil.
254 : 415-423.
Tjitrosoepomo, G.
1999. Morfologi tumbuhan. Gajah Mada University press, Yogyakarta.
Vangronsveld, J., F. van Assche, dan H. Clijsters. 1995.
Reclamation of a bare industrial area contaminated by non-ferrous metals: in
situ metal immobilization and revegetation. Environ
Pollut. 87 : 51 – 59.
Wang, Y., Buermann, W., Stenberg, P.,
Smolander, H., Ha¨me, T., Tian, Y., Hu, J., Knyazikhin, Y., & Myneni, R. B.
2003. Hyperspectral remote sensing of vegetation canopy: Leaf area index and
foliage optical properties. Remote Sensing of Environment, 85, 304– 315.
Yuwono, N. W., B. H. Purwanto dan E. Hanudin. 2010. Kesuburan
Tanah Lahan Petani Kentang di Dataran Tinggi Dieng. UGM, Yogyakarta.